Semar
Semar atau Kyai Lurah Badrayana merupakan salah satu tokoh Punakawan. Badrayana artinya Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia. Semar merupakan salah satu tokoh paling utama dalam pewayangan Jawa dan Madura. Dalam kisah pewayangan Jawa, Semar adalah pengasuh sekaligus penasihat para ksatria dalam kisah Mahabarata maupun Ramayana.
Dalam cerita Mahabarata dan Ramayana yang sebenarnya, tokoh Semar tidak pernah ada, karena tokoh-tokoh punakawan ini muncul asli karena ciptaan pujangga Jawa. Dan asal-usul dari Semar ini pun berbeda-beda. Dalam naskah serat Kanda, dikisahkan bahwa penguasa kahyangan yang bernama Sanghyang Nurarasa memiliki dua orang putra yaitu Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal memiliki wajah jelek, sehingga tahta diberikan kepada Sanghyang Wenang. Sanghyang Wenang kemudian mewariskan tahta kepada putranya Batara Guru. Dan Sanghyang Tunggal menjadi pengasuh para ksatria keturunan Bathara Guru, dan bernama Semar.
Dalam naskah Paramayoga dikisahkan Sanghyang tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang, yang kemudian menikah dengan Dewi Rakti, Putri raja jin kepiting yang bernama Sanghyang Yuyut. Dewi Rakti melahirkan sebutir telur mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Manikmaya mewarisi tahta kayangan dan bergelar Batara Guru, sedangkan Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri (tempat tinggal golongan makhluk halus). Putra sulung Ismaya, Batara Wungkuhan memiliki anak yang berbadan bulat yang diberi nama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Semar kemudian menjadi pengasuh keturunan Batara Guru.
Dalam naskah Purwakanda, Sanghyang Tunggal dikisahkan memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa tahta akan diwariskan kepada Samba. Karena merasa iri ketiga kakaknya menculik Samba dan menyiksanya. Perbuatan mereka diketahui oleh ayah mereka, Sanghyang Tunggal kemudian mengutuk ketiga putranya menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog, sedangkan Punggung berubah menjadi Semar dan menjadi pengasuh keturunan Samba, yang bergelar Batara Guru. Sedangkan Manan mendapat pengampunan dan bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
Dalam naskah Purwacarita , Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putri Sanghyang Rekatatama. Dewi Rekatawati melahirkan sebutir telur yang bercahaya, karena kesal Sanghyang Tunggal membanting telur sehingga pecah menjadi tiga bagian, cangkang,putih,dan kuning telur. Kemudian ketiganya menjelma menjadi laki-laki, yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, putih telur diberi nama Ismaya, dan yang berasal dari kuning telur diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari, Antaga dan Ismaya terlibat perselisihan karena sama-sama ingin menjadi pewaris tahta. Kemudian keduanya mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung dengan satu kali telan namun mengalami kecelakaan,mulutnya robek dan matanya melebar. Sedangkan Ismaya memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit, setelah beberapa hari seluruh bagian gunung berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak bisa dikeluarkan dan sejak itu Ismaya bertubuh bulat. Karena keserakahan keduanya mereka pun dihukum oleh ayahnya Sanghyang Tunggal, menjadi pengasuh keturunan Manikmaya yang diangkat sebagai pewaris tahta dan bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya turun ke dunia dan memakai nama Togog dan Semar.
Semar memiliki bentuk fisik yang unik, bentuk fisiknya seolah-olah merupakan symbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan symbol bumi, yaitu tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar selalu tersenyum tetapi matanya sembab, ini sebagai symbol suka duka. Rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil tetapi wajahnya tua, ini merupakan symbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki tetapi memiliki payudara seperti perempuan, ini jelas menyimbolkan pria dan wanita. Semar merupakan penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat biasa, ini menyimbolkan atasan dan bawahan.
Label:
Tokoh Pewayangan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar